asosiasi pengumpul minyak jelantah indonesia

JAKARTA- Indonesia termasuk salah satu negara pengguna minyak sawit yang cukup banyak. Pada 2019, penggunaan minyak goreng di Tanah Air mencapai 13 juta ton per tahun atau setara dengan 16,2 juta kiloliter per tahun. Sedangkan potensi minyak jelantah setiap tahunnya 3 juta kiloliter.. Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna mengatakan, bahwa minyak jelantah atau Used Cooking Itusebabnya, dikatakan Bernard, GIMNI mengusulkan peredaran minyak jelantah harus diawasi dan diatur dalam sebuah regulasi khusus. Asosiasi ingin menjalin kerjasama dengan pemerintah dan pihak terkait terkait pengaturan minyak jelantah. Diketahui, pada 2019, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu Kilo Liter Soloposcom, JAKARTA-Rencana penghapusan minyak goreng curah mendapat dukungan dari Ketua Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Terbarukan Indonesia (Apjeti), Matias Tumanggor. Selain menjaga dari sisi kesehatan, langkah ini juga memberi kepastian pada Apjeti. Promosi Hotel Paling Recommended Dekat Pantai di Jepara, Ya d'Season Premiere pengepulminyak jelantah, pengepul minyak jelantah batam, harga minyak goreng jelantah, jual minyak goreng jelantah, harga minyak jelantah di pengepul, asosi KetuaUmum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia (Apjeti) Matias Tumanggor meminta pemerintah untuk membuat regulasi yang mengatur tata kelola perdagangan jelantah agar pemanfaatannya bisa tepat guna. Dampaknya, publik tidak tahu yang disebut jelantah adalah minyak goreng yang berapa kali pemakaian. Rencontre Avec Joe Black Film Complet Youtube. › Ekonomi›Jelantah Mengalir sampai ke... Jelantah yang dulu dianggap limbah ternyata sekarang laku di pasaran Eropa. Seiring meningkatnya tren ”ramah lingkungan” di benua itu, nilai ekspor jelantah pun terus naik dua tahun ini. Oleh IRENE SARWINDANINGRUM / BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA / KURNIA YUNITA RAHAYU 6 menit baca KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Para pekerja di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020, menyaring jelantah yang didapatkan dari berbagai sumber, seperti pabrik makanan dan minuman, restoran, serta pedagang kaki lima. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah yang selanjutnya akan dijual ke eksportir KOMPAS — Nilai ekspor limbah minyak goreng atau jelantah ke Eropa terus meningkat di tengah rencana pembatasan Uni Eropa terhadap produk minyak sawit dari Indonesia. Harganya yang semakin menggiurkan menggerakkan mata pencarian baru. Sementara nilai ekspor industri sawit justru menurun meskipun masih jauh lebih besar dari data Kementerian Perdagangan, total ekspor minyak jelantah dengan Harmonized System HS Code Used Cooking Oil UCO Indonesia pada 2019 mencapai 37,31 juta dollar AS Rp 541,11 miliar. Angka ini tumbuh 43,7 persen dibandingkan dengan nilai pada 2018 sebesar 25,96 juta dollar AS. Dari sisi volume, total ekspor jelantah Indonesia pada 2019 mencapai ton, naik dari 2018 yang sebesar ton. Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang dikutip Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia Apolin, nilai ekspor produk sawit pada 2019 sebesar 19,24 miliar dollar AS atau turun 12,8 persen dari nilai pada 2018 sebesar 22,08 miliar dollar AS kendati dari sisi volume naik sebesar 3,4 persen. Penurunan nilai terjadi karena penurunan menjadi tujuan ekspor jelantah terbesar dengan persentase 34,03 persen dari seluruh ekspor jelantah, yakni 13,46 juta dollar AS Rp 195,17 miliar, dengan volume ton. Selain ke Belanda, Indonesia juga tercatat melakukan ekspor jelantah ke negara Eropa lain, yakni Inggris, Polandia, dan juga Jelantah Dipakai di Industri MakananKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Suasana di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah yang dikumpulkan baik dari pabrik makanan dan minuman, restoran, hingga pedagang kaki lima. Jelantah yang terkumpul selanjutnya dijual ke eksportir dengan harga sekitar Rp per di ekspor ke negara-negara Eropa, jelantah Indonesia juga diekspor, antara lain, ke Malaysia, Korea Selatan, China, Brasil, dan Filipina. Setidaknya terdapat 10 perusahaan pengekspor jelantah yang terdaftar di Kementerian pintu ekspor terbesar adalah Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, dan Tanjung Priok di Jakarta Utara. Sumber jelantah mulai dari warung, restoran, katering, hotel, restoran berjaringan, dan industri makanan. Penghasil jelantah dalam volume besar, seperti industri makanan dan restoran berjaringan, biasanya sudah mempunyai kontrak jual-beli jelantah dengan perusahaan eksportir atau pengepul Utama CV Artha Metro Oil Setiady mengatakan, perusahaannya sudah mengekspor jelantah sejak 2013. Tujuan ekspornya, antara lain, Belanda, Jerman, Inggris, Malaysia, dan Korea Selatan. Dalam setahun perusahaan yang beralamat di Sidoarjo, Jawa Timur, itu bisa mengekspor ton. ”Di Eropa digunakan untuk bahan baku biodiesel,” Artha Metro Oil memperoleh jelantah dari jaringan restoran siap saji, antara lain McDonald dan KFC, juga dari mitra pengumpul jelantah yang tersebar di seluruh juga Tergoda Keuntungan Abaikan KesehatanEkonomi baru Rantai jelantah di Jabodetabek dimulai dari pengumpul jelantah yang berkeliling dari warung ke warung. Jelantah yang terkumpul lalu disalurkan ke pengepul kecil, ke pengepul sedang, besar, dan berakhir di eksportir sebelum dikapalkan. Rano Rusdiana 35, pengumpul jelantah tingkat sedang di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, memulai usaha pengumpulan jelantah ini sekitar tahun 2012. Awalnya ia merupakan sopir truk ekspedisi minyak goreng yang kerap berhubungan usaha dengan katering dan ini, ia mengumpulkan jelantah dari PKL, warung, hingga waralaba restoran tingkat sedang. Usahanya terus membesar. Dari satu armada, sekarang ia sudah mempunyai empat armada ini, targetnya adalah 60 ton jelantah per bulan. Volume ini terus bertambah dari awal ia memulai yang tak sampai 0,5 ton sebulan. Rano mengambil keuntungan dari selisih harga beli dengan harga jual. Ia biasanya membeli jelantah dengan harga Rp per kg dan bisa menjualnya lagi Rp per kg ke juga Lika Liku Jelantah, Si Limbah Minyak GorengKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Tumpukan jeriken jelantah di salah satu gudang pengumpul besar jelantah di Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu 26/2/2020. Dalam sehari, gudang bisa menampung 5-7 ton jelantah dari berbagai sumber, seperti pabrik makanan dan minuman, restoran, serta pedagang kaki lima, yang selanjutnya akan dijual ke eksportir jelantah terus naik. Lonjakan harga tertinggi terjadi saat isu Eropa membatasi minyak sawit mentah CPO dari Indonesia sekitar tiga bulan terakhir. ”Ini saya sebenarnya merasa aneh, kenapa CPO malah dibatasi, tetapi, kok, permintaan jelantah semakin tinggi,” jelantah CV Slamet Widodo di Kabupaten Tangerang menerima 7,5 ton sehari atau sekitar 225 ton sebulan. Truk-truk yang mengantar jelantah terlihat keluar masuk tiada henti sepanjang siang. ”Kami terima jelantah dari Jabodetabek, Palembang, Lampung, dan Bandung,” kata pemilik usaha Slamet sana, jelantah dipanaskan dan disaring dari kotoran padat. Slamet menjual jelantah Rp per kg. Menurut dia, harga jelantah akan terus meningkat karena semakin tingginya permintaan dari Eropa. Bahkan, saat ini, harga dari eksportir ke perusahaan pengolah biofuel di Eropa bisa mencapai lebih dari Rp per / AGUIDO ADRI Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Hijau Peneliti Bidang Industri dan Perdagangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Maxensius Tri Sambodo, mengatakan, ekonomi tetap menjadi faktor utama Eropa tertarik membeli jelantah dari Indonesia karena harganya lebih murah dari itu, juga dari kuatnya tekanan politik, lingkungan, serta partai buruh dan petani di sana seiring meningkatnya kesadaran akan teknologi ramah lingkungan dan keberpihakan pada buruh dan petani.”Saat ini kesadaran terhadap teknologi ramah lingkungan sedang menguat di sana ditambah partai buruh dan petani yang menyuarakan perlindungan buruh dan produk pertanian mereka. Dengan jelantah, artinya tetap ada pengolahan menjadi biodiesel, artinya ada nilai tambah serta menyerap tenaga kerja di sana dan melindungi produk pertanian lokal mereka,” ujar Max. Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menjelaskan, ekspor jelantah Indonesia ke Eropa sah-sah saja. Sebab, Uni Eropa hanya menolak ekspor minyak kelapa sawit mentah dalam bentuk biofuel atau minyak sawit mentah untuk biofuel. Adapun ekspor hasil olahan kelapa sawit untuk keperluan lain, seperti industri makanan dan kosmestik, tak juga Rezeki Minyak Goreng Bekas untuk Bahan Baku BiodieselKOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU Salah satu bagian instalasi pembuatan biodiesel di Laboratorium Biodiesel dan Proses Katalitik, Puslitbangtek Lemigas, Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 6/3/2020. Pada 2018, laboratorium ini pernah menguji coba pembuatan biodiesel berbahan baku liter jelantah. Namun, penelitian tidak berlanjut karena kesulitan mendapatkan bahan kunjungannya, Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pengembangan Koperasi Belanda Sigrid Kaag mengatakan belum memiliki data detail mengenai impor jelantah dari Indonesia. Menurut dia, Belanda tetap akan bekerja sama dengan Indonesia untuk memproduksi kelapa sawit secara tak menampik ada kekhawatiran yang beralasan dari Uni Eropa serta dunia internasional terhadap produksi minyak kelapa sawit yang berkontribusi terhadap polusi dan deforestasi. Namun, ia yakin ada solusi alternatif yang bisa ditempuh tanpa merugikan Indonesia sebagai salah satu eksportir terbesar minyak kelapa sawit.”Kami terus berdiskusi dengan UE untuk membahas bagaimana cara terbaik melalui transisi ini agar lebih adil untuk Indonesia,” dalam negeri Ketua Umum Asosiasi Pengumpul Minyak Jelantah untuk Energi Baru Terbarukan Indonesia Apjeti Matias Tumanggor mengatakan, besarnya ekspor jelantah Indonesia keluar negeri menunjukkan, Indonesia belum bisa memanfaatkan potensi dalam diaa, jelantah seharusnya bisa dimanfaatkan untuk biodiesel di dalam negeri. ”Sekarang ini kita baru menjadi pemulung, yaitu mengumpulkan dan menjual ke luar saja,” pemanfaatan jelantah untuk biodiesel, menurut Max, berpotensi mengurangi tekanan perluasan kebun sawit yang menjadi sumber kritik Eropa terhadap sawit Indonesia karena dinilai merusak lingkungan. ”Tentunya ini akan menjadi citra baik bagi sawit kita,” katanya. NIA/BKY/IRE Jakarta - Pemerintah diminta mengatur tata niaga minyak jelantah atau minyak goreng bekas pakai melalui peraturan khusus untuk melindungi kesehatan masyarakat, memperoleh nilai tambah dan peningkatan kesejahteraan. Pada 2019, ekspor minyak jelantah Indonesia mencapai 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu Kilo Liter KL dengan nilai sebesar USD 90,23 juta. Sebagian besar penggunaan minyak jelantah di negara tujuan ekspor digunakan bagi kepentingan biodiesel. Polemik Utang Rafaksi Minyak Goreng Belum Usai, Aprindo Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Beda Angka Selisih Harga Jual Minyak Goreng, Kemendag Tunggu Hasil Audit BPKP Mendag Nilai Putusan Kejaksaan Agung soal Utang Minyak Goreng Tak Jelas Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia GIMNI, Bernard Riedo menjelaskan bahwa volume minyak jelantah atau used cooking oil yang beredar di masyarakat sangatlah besar mencapai 3 juta per ton per tahun. Minyak jelantah merupakan limbah sisa minyak goreng dari kegiatan menggoreng makanan di rumah tangga maupun hotel, restoran, dan makanan. “Jika dilihat komposisi bahan kimianya minyak jelantah mengandung senyawa zat karsinogenik. Makanya, minyak jelantah ini dapat membahayakan masyarakat. Tapi ada peluang untuk digunakan menjadi biofuel,” ungkap Bernard dikutip Kamis 24/6/2021. Bernard Riedo menjelaskan minyak jelantah sudah menjadi barang yang dapat diperjualbelikan di masyarakat dan memiliki rantai dagang dari penjual, pengumpul, pembeli dan eksportir. Akan tetapi, kesehatan masyarakat harus diperhatikan dan dilindungi supaya minyak jelantah tidak disalahgunakan untuk didaur ulang kembali menjadi minyak goreng. “Tren minyak jelantah saat ini banyak diperjualbelikan oleh individu atau masyarakat. Masyarakat juga mulai melakukan pola pengumpulan minyak jelantah dengan tujuan sosial atau market,” ungkap dia. Itu sebabnya, dikatakan Bernard, GIMNI mengusulkan peredaran minyak jelantah harus diawasi dan diatur dalam sebuah regulasi khusus. Asosiasi ingin menjalin kerjasama dengan pemerintah dan pihak terkait terkait pengaturan minyak Video Pilihan di Bawah IniDua remaja asal Australia yang berhasil membuat membuat bahan bakar biofuel untuk bus sekolah di Bali. Tak hanya itu, mereka yang bersekolah di The Green School Bali itu juga membuat sepeda motor berbahan bakar minyak goreng bekas jelantah.Konsumsi Minyak GorengIlustrasi/copyright StudioDirektur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit BPDPKS, Eddy Abdurrahman menjelaskan bahwa salah satu produk hilir dari kelapa sawit, minyak goreng, menjadi salah satu penentu di pasar domestik yang paling konsisten serta dapat diandalkan, yang selama ini turut menjaga harga Crude Palm Oil CPO di dunia. Namun dalam beberapa tahun terakhir, konsumsi domestik untuk minyak goreng cukup stagnan, berada di kisaran angka 9 juta ton per tahun. Berdasarkan survai pasar yang dilakukan oleh Inter CAFE-IPB pada tahun 2020 terkait penggunaan sawit untuk makanan dan Oleochemical dilaporkan bahwa Pemakaian minyak sawit berupa Margarine, Speciality Fats, Minyak Goreng Sawit curah dan packaging berada di level 24 kg/kapita/thn range-nya dari 19 kg/kapita/thn 27 kg/ kapita/thn. Animo masyarakat untuk memakai minyak goreng kemasan mulai berkembang, dengan basis pemikiran 'healthy'. “Masih banyak ditemukan dipasar minyak goreng hasil re-proses minyak jelantah, yang diprediksi jumlahnya pada kisaran 16-22 %, dan ada kecenderungan menurun, yang kemungkinan karena adanya minat negara lain untuk memanfaatkan minyak jelantah/used cooking oil sebagai bahan baku biodiesel,” ujarnya. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Perekonomian Musdalifah Machmud menerangkan dalam rangka antisipasi pengoplosan minyak jelantah pada minyak goreng serta pengurangan distribusi minyak goreng curah, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Tahun 2020 tentang Minyak Goreng Sawit Wajib Kemasan. Ke depan, pemanfaaan minyak jelantah dapat difokuskan kepada biodiesel. Dengan konversi 5 liter minyak jelantah menjadi 1 liter biodiesel maka potensi biodiesel menjadi liter dari total jelantah yang dikumpulkan. Menurut Musdhalifah, pemanfaatan minyak jelantah khususnya menjadi biodiesel dan pemanfaatan lainnya saat ini masih minim dimana hanya berkisar 20 persen dari total minyak yang dikumpulkan atau hanya sebesar 570 ribu kilo liter sedangkan sisanya digunakan sebagai minyak goreng daur ulang dan ekspor. Dari data BPS, ekspor minyak jelantah di tahun 2019 sebesar 148,38 ribu ton atau 184,09 ribu Kilo Liter KL. Adapun berdasarkan data UN Comtrade dengan kode HS 151800. Nilai ekspor minyak jelantah mencapai US$ 90,23 juta pada 2019. Ada 10 negara tujuan ekspor minyak jelantah Indonesia adalah benua Eropa, Asia, dan Amerika. Ekspor terbesar ke Belanda dengan nilai mencapai USD 23,6 juta, disusul Singapura sebesar USD 22,3 juta. Susun RegulasiIlustrasi/copyright BarlettaDirektur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga meminta keseriusan pemerintah untuk membuat regulasi yang memperjelas definisi minyak jelantah dan pemanfaatannya di masyarakat. Sebaiknya, ada kementerian yang ditugaskan secara khusus untuk mengawasi dan membuat regulasinya. Karena di negara-negara maju, kategori minyak jelantah ini sebagai limbah sisa proses penggorengan. Di Indonesia, minyak jelantah belum dikategorikan secara khusus apakah masuk limbah B3 atau tidak. “Yang pasti, minyak jelantah harus digunakan bagi kepentingan non pangan terutama energi. Apalagi, negara-negara di Uni Eropa sangat membutuhkannya dan siap membeli dengan harga berapapun. Kalau di dalam negeri, belum ada akses minyak jelantah untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel,” jelasnya. Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang menyatakan minyak jelantah memiliki kandungan yang berdampak negatif terhadap kesehatan karena mengandung komponen hasil degradasi yang berdampak pada kesehatan. Namun demikian, minyak jelantah adalah limbah produksi dan bukan pangan sehingga pengawasannya tidak menjadi tupoksi BPOM. “Kami telah melakukan pengawasan post-market dilakukan terhadap minyak goreng sawit, baik di sarana produksi maupun di peredaran. BPOM melakukan sampling secara khusus terhadap produk minyak goreng sawit dengan syarat merujuk pada SNI 77092019,” jelasnya. Ia sepakat apabila dibutuhkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong tersedianya regulasi yang mengatur limbah dan tata niaga limbah minyak goreng sawit. Prof. Erliza Hambali menuturkan pada 2007 dirinya telah membuat penelitian untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Saat itu, digunakan sebagai bahan bahan bakar campuran bagi Bus Transpakuan. Dari pasokan 1,6 juta KL minyak jelantah mencukupi 32 persenproduksi biodiesel Indonesia. Keunggulan lain adalah hemat biaya produksi 35 persen dibanding biodiesel dari CPO biasa dan mengurangi 91,7 persen emisi CO2 dibandingkan solar biasa. Selain biodiesel, minyak jelantah dapat dimanfaatkan untuk biodiesel melainkan juga bahan bakar lampu minyak, aroma terapi, pupuk untuk tanaman, pakan unggas, sabun cuci tangan dan cuci piring, serta cairan pembersih lantai.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. FOLLOW US Facebook-f Instagram Youtube HOTLINE 0813-176 227-44 HOME PROGRAM PARTNER HUBUNGI GALLERY INFO FORMULIR DAFTAR ANGGOTA JANJI TEMU Menu ONLINE CHAT Previous Next INDONESIA SEHAT DAN BEBAS POLUSI www apjeti Ketua Umum Bapak Matias Tumanggor menerima potongan nasi tumpeng dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang diwakili oleh Bapak Ir. Sudjatmiko dalam acara peresmian “SUMUT GO GREEN” diwilayah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 5 Mei 2017. PENDAFTARAN KEANGGOTAAN Nama Anda Alamat Lengkap No. Telp Pilihan Anda Email Anda Pesan Anda / Keterangan Kami akan respon segera mungkin Asosasi Pengumpul Minyak Jelatah

asosiasi pengumpul minyak jelantah indonesia